Teori
IQ,EQ dan SQ
Kecerdasan Intelektual (IQ)
Lapisan luar otak manusia adalah neo-certex, dan
lapisan ini hanya dimilki oleh manusia, tidak dimiliki oleh makhluk
lain. Dengan mempergunakan otak neo-certex, manusia mampu pula
menciptakan pesawat terbang hingga bom nuklir.melalui penggunaan otak
neo-certex ini maka lahirlah IQ, kemampuan intelektual.
Kecerdasan ini ditemukan pada sekitar tahun 1912
oleh William Stern. Digunakan sebagai pengukur kualitas seseorang pada masanya
saat itu, dan ternyata masih juga di Indonesia saat ini. Bahkan untuk masuk ke
militer pada saat itu, IQ lah yang menentukan tingkat keberhasilan dalam penerimaan
masuk ke militer.
Kecerdasan ini terletak
di otak bagian Cortex (kulit otak). Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan
yang memberikan kita kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan
memiliki daya kreasi serta inovasi. Atau lebih tepatnya diungkapkan oleh para
pakar psikologis dengan “What I Think“.
Kecerdasan inilah yang
paling banyak di dengar oleh kita. Kecerdasan ini dapat diukur dengan
menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Kecerdasan
inilah yang jadi ukuran sebagian besar orang untuk meraih kesuksesan, banyak
orang berpikir, dengan IQ tinggi, seseorang bisa meraih masa depan yang cerah
dalam hidupnya. Bahkan sistem pendidikan di negara kita inipun masih memandang
bahwa IQ adalah modal dasar siswa atau mahasiswa untuk meraih keberhasilan.
akan tetapi test tersebut juga tidak dapat secara mutlak dinyatakan sebagai
salah satu identitas dirinya karena tingkat intelektual seseorang selalu dapat
berubah berdasarkan usia mental dan usia kronologisnya.
IQ adalah ukuran
kemampuan intelektual, analisis, logika dan rasio seseorang. Dengan demikian, hal ini berkaitan dengan
keterampilan berbicara, kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu yang
tampak, dan penguasaan matematika. IQ mengukur kecepatan kita untuk mempelajari
hal-hal baru, memusatkan perhatian pada aneka tugas dan latihan, menyimpan dan
mengingat kembali informasi objektif, terlibat dalam proses berpikir, bekerja
dengan angka, berpikir abstrak dan analitis, serta memecahkan permasalahan dan
menerapkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Jika IQ kita tinggi, kita
memiliki modal yang sangat baik untuk lulus dari semua jenis ujian dengan
gemilang, dan meraih nilai yang tinggi dalam uji IQ.
Kecerdasan emosional adalah sebuah kemampuan untuk
“mendengarkan” bisikan emosi, dan menjadikannya sebagai sumber informasi maha
penting untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan.
Banyak orang yang salah memposisikan kecerdasan Emosional ini di bawah
kecerdasan intelektual. Tetapi, penelitian mengatakan bahwa kecerdasan ini
lebih menentukan kesuksesan seseorang dibandingkan dengan kecerdasan sosial.
Kecerdasan ini lebih tepat diungkapkan dengan “What I feel”
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence
(1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya
sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang
disebut kecerdasan emosional (EQ). Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya
menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam
dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang
positif dan bermanfaat. Ya inilah kecerdasan yang mempunyai pengaruh besar
dalam kehidupan seseorang, Emotional Quotient atau EQ.
Seseorang dengan kecerdasan emosi (EQ) tinggi di sebabkan
memiliki hal-hal sebagai berikut :
1. Sadar diri, dapat mengendalikan diri, dapat
dipercaya, dapat beradaptasi dengan baik dan memiliki jiwa kreatif,
2. Bisa berempati, mampu memahami perasaan orang
lain, bisa mengendaikan konflik, bisa bekerja sama dalam tim,
3. Mampu bergaul dan
membangun sebuah persahabatan,
4. Dapat mempengaruhi orang
lain,
5. Bersedia memikul tanggung jawab,
6. Berani bercita-cita,
7. Bermotivasi tinggi,
8. Selalu optimis,
9. Memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan
10. Senang mengatur dan mengorganisasikan aktivitas.
EQ adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita
melapangkan jalan didunia yang rumit, aspek pribadi, sosial, dan pertahanan
dari seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri, dan kepekaan yang
penting untuk berfungsi secara efektif setiap hari. Dalam bahasa sehari-hari,
EQ disebut sebagai akal sehat.
Kecrdasan ini pertama kali digagas oleh Danar
Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University. Dikatakan bahwa
kecerdasan spiritual adalah sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna
atau value untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang
lebih luas dan kaya. SQ juga bermakna kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan
hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan
dengan yang lain.
Kecerdasan ini terletak
dalam suatu titik yang disebut dengan God Spot. Mulai populer pada awal abad
21. Melalui kepopulerannya yang diangkat oleh Danar Zohar dalam bukunya
Spiritual Capital dan berbagai tulisan seperti The Binding Problem karya Wolf
Singer. Dalam beberapa bagian bukunya Zohar dan Marshal mencoba menyoroti
hubungan antara agama dan SQ. Karena pada umumnya orang beranggapan bahwa SQ
selalu berhubungan dengan agama. Padahal menurut kedua pengarang tersebut SQ
berbeda dengan agama. Kalau agama merupakan aturan-aturan dari luar sedang SQ
adalah kemampuan internal. Sesuatu yang menyentuh dan membimbing manusia dari
dalam. SQ mampu menghubungkan manusia dengan ruh esensi di belakang semua
agama. Orang yang SQ-nya tinggi tidak picik dan fanatik atau penuh prasangka
dalam beragama.
Pengertian spiritualitas
yang dikemukakan oleh Zohar dan Marshall tidak selalu mengkaitkan dengan
masalah ketuhanan. Bagi mereka, kecerdasan spiritual lebih banyak terkait
dengan masalah makna hidup, nilai-nilai dan keutuhan diri. Kesemuanya tidak
perlu berkait dengan masalah ketuhanan. Orang dapat menemukan makna hidup dari
bekerja, belajar, berkarya bahkan ketika menghadapi problematika dan
penderitaan. Di sini tampak bahwa Zohar dan Marshall menempatkan agama hanya
sebagai salah satu cara mendapatkan SQ tinggi.
Menurut para pakar,
kecerdasan inilah yang sebagai penentu kesuksesan seseorang. Kecerdasan ini
menjawab berbagai macam pertanyaan dasar dalam diri manusia. Kecerdasan ini
juga menjawab dan mengungkapkan tentang jati diri seseorang, “Who I am“.
Orang yang ber SQ tinggi
mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap
peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna
yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan
tindakan yang positif. Manusia yang memiliki SQ tinggi cenderung akan lebih
bertahan hidup dari pada orang yang ber SQ rendah. Banyak kejadian-kejadian
bunuh diri karena masalah yang sepele, mereka yang demikian itu tidak bisa
memberi makna yang positif sari setiap kejadian yang mereka alami dengan kata
lain SQ atau kecerdasan spiritual mereka sangat rendah.
Mengoptimalkan IQ, EQ, dan SQ.
Selain dengan asupan gizi yang cukup dan seimbang ke
dalam tubuh, untuk mengoptimalisasikan kecerdasan intelektual atau IQ dapat
diupayakan dengan melatih 7 kemampuan primer dari inteligensi umum, yaitu :
1. Pemahaman verbal,
2. Kefasihan menggunakan
kata-kata,
3. Kemampuan bilangan,
4. Kemampuan ruang,
5. Kemampuan mengingat,
6. Kecepatan pengamatan,
dan
7. Kemampuan penalaran.
Untuk
mengoptimalisasikan kecerdasan emosi (EQ) seseorang dapat dilakukan dengan
mengasah kecerdasan emosi setiap individu yang meliputIi :
1. Membiasakan diri
menentukan perasaan dan tidak cepat-cepat menilai orang lain/situasi
2. Membiasakan diri
menggunakan rasa ketika mengambil keputusan
3. Melatih diri untuk menggambarkan kekhawatiran
4. Membiasakan untuk
mengerti perasaan orang lain
5. Melatih diri menunjukan empati
6. Melatih bertanggung jawab terhadap
perasaannya sendiri
7. Melatih diri untuk mengelola perasaan dengan
baik
8. Menghadapi segala hal secara positif.
Sedangkan untuk mengoptimalisasikan atau memfungsikan
kecerdasan spiritual dapat dengan upaya sebagai berikut :
- Menggunakan aspek
spiritual dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan
makna dan nilai
- Dengan melalui
pendidikan agama
- Melatih diri untuk
melihat sesuatu dengan mata hati.
IQ saja tidak menjamin keberhasilan hidup seseorang,
demikian juga kalau hanya sekedar SQ dan EQ tidak akan mampu mendukung
keberhasilan hidup seseorang secara utuh, material dan spritual. Berikut adalah
bagan yang menunjukkan SQ sebagai pusat orbit IQ dan EQ.
Pada pusat orbit, itulah SQ di letakkan sebagai pusat
gerakan dimensi spiritual. Sedangkan EQ yang melingkari SQ, menunjukkan bahwa
ilmu EQ, digunakan dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual. Pada
lingkaran IQ ini terletak dimensi emosional. Selanjutnya pada dimensi fisik,
yaitu lingkaran terluar IQ yamg bergerak mengelilingi pusat orbit yaitu SQ, hl
ini melukiskan bahwa setiap langkah fisik seperti aktifitas bisnis, bekerja
berpolitik dan sebagainya harus tetap mengorbit pada nilai-nilai spiritual.
Lintasan EQ dan IQ yang mengorbit pada SQ memiliki sebuah
kekuatan tersendiri yang tidak bisa diubah-ubah, seperti halnya garis edar
planet-planet yang mengelilingi pusat galaksi. Demikian pula apabila
pusat orbit itu diganti, maka hancur pulalah tatanan jiwa dan tatanan social
kita. Sudah banyak contoh yang menunjukkan, manakala manusia mengganti pusat
edarnya dangan kepentingan materi, golongan, jabatan, atau diri sendiri, maka
hancurlah diri kita atau bansa kita seperti yang kita lihat saat ini.
Kita akan melihat bahwa
antara kecerdasan emosi (EQ), Kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan
intelektual (IQ) sangat berkaitan erat satu dengan yang lain.
Dari bagan tersebut dapat kita lihat, apabila kita
berorientasi pada “Tauhid”, maka hasilnya adalah EQ, IQ dan SQ yang
terintegrasi. Pada saat masalah datang (1) maka radar hati bereaksi
menangkap signal (2). Karena berorientasi pada materialisme (3B), maka emosi
yang dihasilkan adalah emosi yang tidak terkendali, sehingga menghasilkan
sikap-sikap sbb.: marah, sedih, kesal, dan takut (4B). Akibat emisi yang tidak
terkendali, God Spot menjadi terbelenggu atau suara hati tidak memiliki peluang
untuk muncul (5B). Bisikan suara hati ilahiah yang bersifat mulia tidak lagi
bisa didengar dan menjadi tidak berfungsi, ini mengakibatka ia tidak mampu
berkolaborasi dengan piranti kecerdasan yang lain (6B). Karena suara hati
tertutup, maka yang paling memegang peranan adalah emosi. Emosi inilah yng
memberi perintah pada sector kecerdasan intelektual (IQ). IQ akan menghitung,
tetapi berdasarkan dorongan kemarahan, kekecewaan, kesedihan, iri hati, dan
kedengkian (7B).
Kasus lain, ketika
masalah datang (1) radar hati langsung menangkap signal (2). Ketika signal itu
menyentuh dinding tauhid (3A), Kesadaran tauhid mengendalikan emosi. Hasilnya
adalah emosi yang terkendali, seperti rasa tenang dan damai (4A). dengan
ketenangan emosi yang terkendali itu, maka God Spot atau pintu hati terbuka dan
bekerja (5A). Terdengar bisikan-bisikan ilahiah yang mengajak kita pada
sifat-sifat : keadilan, kasih sayang, kejujuran, tanggung jawab, kepedulian,
kreatfitas, komitmen, kebersamaan, perdamaian dan bisikan hati mulia lainnya
(6A). Berdasarkan dorongan bisikan mulia itulah potensi kecerdasan intelektual
bekerja dengan optimal (7B), yaitu sebuah perhitungan intelektualitas yang
berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab. Lahirlah
sebuah meta kecerdasan, yaitu integrasi EQ, IQ, dan SQ.
Sederhananya, bahwa
tauhid akn mampu menstabilkan tekanan pada amygdale (system saraf emosi),
sehingga emosi selalu terkendali. Pada saat inilah seseorang memiliki IQ
tinggi,. Emosi yang tenang terkendali akan menghasilkan optimalisasi pada
fungsi kerja God Spot pada lobus temporal serta mengeluarkan suara hati
ilahiah dari dalam bilik peristirahatannya. Suara-suara ilahiah itulah bisikan
informasi maha penting yang mampu menghasilkan keputusan yang sesuai denga
hukum alam, sesuai dengan situasi yang ada, dan sesuai dengan garis orbit
spiritualitas. Pada momentum inilah, seseorang memiliki kecerdasa spiritual
(SQ) yang tinggi. Barulah dilanjutkan dengan mengambil langkah konktet lainnya
berupa perhitungan yang logis (IQ), sehingga intelektualitas bergerak pada manzilah,
atau garus edar yang mengorbit kepada Allah yan Esa (EQ). Inilah yang dinamakan Meta Kecerdasan itu.
Orientasi Materialisme
- Ketika masalah
muncul pada dimensi fisik,
- Maka akan terjadi
rangsangan pada dimensi emosi (EQ), berupa kemarahan, kesedihan,
kekesalan, atau ketakutan.
- Akibatnya, suara
hati ilahiah pada dimensi sepiritual (SQ) tidak bisa bekerja. Akhirnya
aktifitas pada dimensi fisik akan bekerja tidak optimum bahkan tidak
normal.
Orientasi
Sepiritualisme Tauhid
- Ketika terjadi
masalah pada dimensi fisik,
- Maka akan terjadi
rangsangan pada dimensi emosi (EQ), namun karena aspek mental telah
dilindungi oleh prinsip tauhid, maka emosi akan tetap tenang terkendali.
- Akibatnya, suara
hati ilahiah pada dimensi sepiritual (SQ) bekerja dengan normal.
Ketika suatu permasalahan muncul, maka secara otomatis
radar emosi atau fungsi otak limbik, otak emosional atau amydala akan merespon,
tetapi respon itu seringkali tidak terkendali. Respon bisa bersifat positif
atau bisa juga bersifat negatif. Tujuan dari pengendalian diri adalah menjaga
agar posisi emosi selalu dalam posisi nol, atau pada posisi stabil. Hukum yang
berlaku disini adalah rumus “aksi min reaksi”. Artinya, apabila rangsangan luar
memberi energi +3, maka radar hati akan memberi respon (tanggapan) sebesar -3.
Begitu juga sebaliknya, apabila ada tekanan (tarikan) sebesar -3, maka radar
hati akan menanggapi sebesar +3. Tujuan mekanisme ini, agar radar emosi selalu
tetap berada pada posisi netral, sehingga IQ dan SQ bisa bekerja secara
optimal. Nol adalah lambing sebuah keadaan yang seimbang atau sebagai unsure
keseimbangan.
SQ bekerja normal ketika emosi pada amygdale berada dalam
pada posisi netral atau nol, ketika emosi berada pada posisi stabil (netral)
atau nol, maka God Spot akan bekerja dengan baik. Jadi, ketika rangsangan
terjadi, kita harus bekerja untuk membantu radar emosi agar tetap stabil
suhunya. Karena pada umumnya, apabila ada rangsangan luar yang sebenarnya hanya
-1, seringkali energi yang kita berikan tidak +1, dan besaran angkanya
berlebihan (missal +10). Akibatnya, kelebihan energi -9. Kelebihan energi
inilah yang kemudian merembet pada amygdale, sehingga menimbulkan kemarahan.
Kemudian jika amygdale di tambah -9 lagi sehingga menjadi -18, maka energi
negatif sebesar -18 ini langsung mendominasi dan membelenggu God Spot. Maka
“sang minus 18” inilah yang kemudian memonopoli untuk mengambil alih komando. Ia,
“si energi negatif ini”, memerintah otak untuk bertindak dengan tindakan yang
negatif. Inilah mekanisme setan dalam keprofesionalannya bekerja mengganggu dan
merusak spiritual manusia, agar senantiasa bertindak negatif dan membuat
kerusakan di muka bumi, dengan cara yang paling efektif yaitu dengan
“membutakan hati”.
Untuk mengatasi rangsangan agar kita senantiasa pada
posisi normal, maka kita perlu mengidentifikasi jenis-jenis rangsangan emosi
kita sekaligus obat penawarnya. Inilah 6 tablet pereda emosi itu, antara lain :
- Marah, ucapkanlah
Istigfhar, Astagfirullah.
- Kehilangan dan
sedih, ucapkan Innalillahi wa inna ilaihi raa’jiuun.
- Bahagia, ucapkan Alkhamdilillah.
- Kagum, ucapkan subhanallah.
- Takut, ucapkan Allahu
Akbar.
0 komentar:
Posting Komentar