Minggu, 16 Desember 2012


Teori IQ,EQ dan SQ
Kecerdasan Intelektual (IQ)
Lapisan luar otak manusia adalah neo-certex, dan lapisan ini hanya dimilki oleh manusia, tidak dimiliki oleh makhluk lain. Dengan mempergunakan otak neo-certex, manusia mampu pula menciptakan pesawat terbang hingga bom nuklir.melalui penggunaan otak neo-certex ini maka lahirlah IQ, kemampuan intelektual.
Kecerdasan ini ditemukan pada sekitar tahun 1912 oleh William Stern. Digunakan sebagai pengukur kualitas seseorang pada masanya saat itu, dan ternyata masih juga di Indonesia saat ini. Bahkan untuk masuk ke militer pada saat itu, IQ lah yang menentukan tingkat keberhasilan dalam penerimaan masuk ke militer.
Kecerdasan ini terletak di otak bagian Cortex (kulit otak). Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Atau lebih tepatnya diungkapkan oleh para pakar psikologis dengan “What I Think“.
Kecerdasan inilah yang paling banyak di dengar oleh kita. Kecerdasan ini dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Kecerdasan inilah yang jadi ukuran sebagian besar orang untuk meraih kesuksesan, banyak orang berpikir, dengan IQ tinggi, seseorang bisa meraih masa depan yang cerah dalam hidupnya. Bahkan sistem pendidikan di negara kita inipun masih memandang bahwa IQ adalah modal dasar siswa atau mahasiswa untuk meraih keberhasilan. akan tetapi test tersebut juga tidak dapat secara mutlak dinyatakan sebagai salah satu identitas dirinya karena tingkat intelektual seseorang selalu dapat berubah berdasarkan usia mental dan usia kronologisnya.
IQ adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika dan rasio seseorang. Dengan demikian, hal ini berkaitan dengan keterampilan berbicara, kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu yang tampak, dan penguasaan matematika. IQ mengukur kecepatan kita untuk mempelajari hal-hal baru, memusatkan perhatian pada aneka tugas dan latihan, menyimpan dan mengingat kembali informasi objektif, terlibat dalam proses berpikir, bekerja dengan angka, berpikir abstrak dan analitis, serta memecahkan permasalahan dan menerapkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Jika IQ kita tinggi, kita memiliki modal yang sangat baik untuk lulus dari semua jenis ujian dengan gemilang, dan meraih nilai yang tinggi dalam uji IQ.
Kecerdasan emosional adalah sebuah kemampuan untuk “mendengarkan” bisikan emosi, dan menjadikannya sebagai sumber informasi maha penting untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan. Banyak orang yang salah memposisikan kecerdasan Emosional ini di bawah kecerdasan intelektual. Tetapi, penelitian mengatakan bahwa kecerdasan ini lebih menentukan kesuksesan seseorang dibandingkan dengan kecerdasan sosial. Kecerdasan ini lebih tepat diungkapkan dengan “What I feel
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut kecerdasan emosional (EQ). Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat. Ya inilah kecerdasan yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan seseorang, Emotional Quotient atau EQ.
Seseorang dengan kecerdasan emosi (EQ) tinggi di sebabkan memiliki hal-hal sebagai berikut :
1. Sadar diri, dapat mengendalikan diri, dapat dipercaya, dapat beradaptasi dengan baik dan memiliki jiwa kreatif,
2. Bisa berempati, mampu memahami perasaan orang lain, bisa mengendaikan konflik, bisa bekerja sama dalam tim,
3. Mampu bergaul dan membangun sebuah persahabatan,
4. Dapat mempengaruhi orang lain,
5. Bersedia memikul tanggung jawab,
6. Berani bercita-cita,
7. Bermotivasi tinggi,
8. Selalu optimis,
9. Memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan
10. Senang mengatur dan mengorganisasikan aktivitas.
EQ adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan didunia yang rumit, aspek pribadi, sosial, dan pertahanan dari seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri, dan kepekaan yang penting untuk berfungsi secara efektif setiap hari. Dalam bahasa sehari-hari, EQ disebut sebagai akal sehat.
Kecrdasan ini pertama kali digagas oleh Danar Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University. Dikatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. SQ juga bermakna kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Kecerdasan ini terletak dalam suatu titik yang disebut dengan God Spot. Mulai populer pada awal abad 21. Melalui kepopulerannya yang diangkat oleh Danar Zohar dalam bukunya Spiritual Capital dan berbagai tulisan seperti The Binding Problem karya Wolf Singer. Dalam beberapa bagian bukunya Zohar dan Marshal mencoba menyoroti hubungan antara agama dan SQ. Karena pada umumnya orang beranggapan bahwa SQ selalu berhubungan dengan agama. Padahal menurut kedua pengarang tersebut SQ berbeda dengan agama. Kalau agama merupakan aturan-aturan dari luar sedang SQ adalah kemampuan internal. Sesuatu yang menyentuh dan membimbing manusia dari dalam. SQ mampu menghubungkan manusia dengan ruh esensi di belakang semua agama. Orang yang SQ-nya tinggi tidak picik dan fanatik atau penuh prasangka dalam beragama.
Pengertian spiritualitas yang dikemukakan oleh Zohar dan Marshall tidak selalu mengkaitkan dengan masalah ketuhanan. Bagi mereka, kecerdasan spiritual lebih banyak terkait dengan masalah makna hidup, nilai-nilai dan keutuhan diri. Kesemuanya tidak perlu berkait dengan masalah ketuhanan. Orang dapat menemukan makna hidup dari bekerja, belajar, berkarya bahkan ketika menghadapi problematika dan penderitaan. Di sini tampak bahwa Zohar dan Marshall menempatkan agama hanya sebagai salah satu cara mendapatkan SQ tinggi.
Menurut para pakar, kecerdasan inilah yang sebagai penentu kesuksesan seseorang. Kecerdasan ini menjawab berbagai macam pertanyaan dasar dalam diri manusia. Kecerdasan ini juga menjawab dan mengungkapkan tentang jati diri seseorang, “Who I am“.
Orang yang ber SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Manusia yang memiliki SQ tinggi cenderung akan lebih bertahan hidup dari pada orang yang ber SQ rendah. Banyak kejadian-kejadian bunuh diri karena masalah yang sepele, mereka yang demikian itu tidak bisa memberi makna yang positif sari setiap kejadian yang mereka alami dengan kata lain SQ atau kecerdasan spiritual mereka sangat rendah.


Mengoptimalkan IQ, EQ, dan SQ.
Selain dengan asupan gizi yang cukup dan seimbang ke dalam tubuh, untuk mengoptimalisasikan kecerdasan intelektual atau IQ dapat diupayakan dengan melatih 7 kemampuan primer dari inteligensi umum, yaitu :
1. Pemahaman verbal,
2. Kefasihan menggunakan kata-kata,
3. Kemampuan bilangan,
4. Kemampuan ruang,
5. Kemampuan mengingat,
6. Kecepatan pengamatan, dan
7. Kemampuan penalaran.
Untuk mengoptimalisasikan kecerdasan emosi (EQ) seseorang dapat dilakukan dengan mengasah kecerdasan emosi setiap individu yang meliputIi :
1. Membiasakan diri menentukan perasaan dan tidak cepat-cepat menilai orang lain/situasi
2. Membiasakan diri menggunakan rasa ketika mengambil keputusan
3. Melatih diri untuk menggambarkan kekhawatiran
4. Membiasakan untuk mengerti perasaan orang lain
5. Melatih diri menunjukan empati
6. Melatih bertanggung jawab terhadap perasaannya sendiri
7. Melatih diri untuk mengelola perasaan dengan baik
8. Menghadapi segala hal secara positif.
Sedangkan untuk mengoptimalisasikan atau memfungsikan kecerdasan spiritual dapat dengan upaya sebagai berikut :
  1. Menggunakan aspek spiritual dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan makna dan nilai
  2. Dengan melalui pendidikan agama
  3. Melatih diri untuk melihat sesuatu dengan mata hati.
 Keterkaitan antara IQ, EQ, dan SQ
IQ saja tidak menjamin keberhasilan hidup seseorang, demikian juga kalau hanya sekedar SQ dan EQ tidak akan mampu mendukung keberhasilan hidup seseorang secara utuh, material dan spritual. Berikut adalah bagan yang menunjukkan SQ sebagai pusat orbit IQ dan EQ.
Pada pusat orbit, itulah SQ di letakkan sebagai pusat gerakan dimensi spiritual. Sedangkan EQ yang melingkari SQ, menunjukkan bahwa ilmu EQ, digunakan dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual. Pada lingkaran IQ ini terletak dimensi emosional. Selanjutnya pada dimensi fisik, yaitu lingkaran terluar IQ yamg bergerak mengelilingi pusat orbit yaitu SQ, hl ini melukiskan bahwa setiap langkah fisik seperti aktifitas bisnis, bekerja berpolitik dan sebagainya harus tetap mengorbit pada nilai-nilai spiritual.
Lintasan EQ dan IQ yang mengorbit pada SQ memiliki sebuah kekuatan tersendiri yang tidak bisa diubah-ubah, seperti halnya garis edar planet-planet yang mengelilingi pusat galaksi. Demikian pula apabila pusat orbit itu diganti, maka hancur pulalah tatanan jiwa dan tatanan social kita. Sudah banyak contoh yang menunjukkan, manakala manusia mengganti pusat edarnya dangan kepentingan materi, golongan, jabatan, atau diri sendiri, maka hancurlah diri kita atau bansa kita seperti yang kita lihat saat ini.
 Hubungan Kerja Antara EQ, IQ, dan SQ dalam penyelesaian masalah
Kita akan melihat bahwa antara kecerdasan emosi (EQ), Kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan intelektual (IQ) sangat berkaitan erat satu dengan yang lain.
Dari bagan tersebut dapat kita lihat, apabila kita berorientasi pada “Tauhid”, maka hasilnya adalah EQ, IQ dan SQ yang terintegrasi. Pada saat masalah datang (1) maka radar hati bereaksi menangkap signal (2). Karena berorientasi pada materialisme (3B), maka emosi yang dihasilkan adalah emosi yang tidak terkendali, sehingga menghasilkan sikap-sikap sbb.: marah, sedih, kesal, dan takut (4B). Akibat emisi yang tidak terkendali, God Spot menjadi terbelenggu atau suara hati tidak memiliki peluang untuk muncul (5B). Bisikan suara hati ilahiah yang bersifat mulia tidak lagi bisa didengar dan menjadi tidak berfungsi, ini mengakibatka ia tidak mampu berkolaborasi dengan piranti kecerdasan yang lain (6B). Karena suara hati tertutup, maka yang paling memegang peranan adalah emosi. Emosi inilah yng memberi perintah pada sector kecerdasan intelektual (IQ). IQ akan menghitung, tetapi berdasarkan dorongan kemarahan, kekecewaan, kesedihan, iri hati, dan kedengkian (7B).
Kasus lain, ketika masalah datang (1) radar hati langsung menangkap signal (2). Ketika signal itu menyentuh dinding tauhid (3A), Kesadaran tauhid mengendalikan emosi. Hasilnya adalah emosi yang terkendali, seperti rasa tenang dan damai (4A). dengan ketenangan emosi yang terkendali itu, maka God Spot atau pintu hati terbuka dan bekerja (5A). Terdengar bisikan-bisikan ilahiah yang mengajak kita pada sifat-sifat : keadilan, kasih sayang, kejujuran, tanggung jawab, kepedulian, kreatfitas, komitmen, kebersamaan, perdamaian dan bisikan hati mulia lainnya (6A). Berdasarkan dorongan bisikan mulia itulah potensi kecerdasan intelektual bekerja dengan optimal (7B), yaitu sebuah perhitungan intelektualitas yang berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab. Lahirlah sebuah meta kecerdasan, yaitu integrasi EQ, IQ, dan SQ.
Sederhananya, bahwa tauhid akn mampu menstabilkan tekanan pada amygdale (system saraf emosi), sehingga emosi selalu terkendali. Pada saat inilah seseorang memiliki IQ tinggi,. Emosi yang tenang terkendali akan menghasilkan optimalisasi pada fungsi kerja God Spot pada lobus temporal serta mengeluarkan suara hati ilahiah dari dalam bilik peristirahatannya. Suara-suara ilahiah itulah bisikan informasi maha penting yang mampu menghasilkan keputusan yang sesuai denga hukum alam, sesuai dengan situasi yang ada, dan sesuai dengan garis orbit spiritualitas. Pada momentum inilah, seseorang memiliki kecerdasa spiritual (SQ) yang tinggi. Barulah dilanjutkan dengan mengambil langkah konktet lainnya berupa perhitungan yang logis (IQ), sehingga intelektualitas bergerak pada manzilah, atau garus edar yang mengorbit kepada Allah yan Esa (EQ). Inilah yang dinamakan Meta Kecerdasan itu.
Orientasi Materialisme
  1. Ketika masalah muncul pada dimensi fisik,
  2. Maka akan terjadi rangsangan pada dimensi emosi (EQ), berupa kemarahan, kesedihan, kekesalan, atau ketakutan.
  3. Akibatnya, suara hati ilahiah pada dimensi sepiritual (SQ) tidak bisa bekerja. Akhirnya aktifitas pada dimensi fisik akan bekerja tidak optimum bahkan tidak normal.
Orientasi Sepiritualisme Tauhid
  1. Ketika terjadi masalah pada dimensi fisik,
  2. Maka akan terjadi rangsangan pada dimensi emosi (EQ), namun karena aspek mental telah dilindungi oleh prinsip tauhid, maka emosi akan tetap tenang terkendali.
  3. Akibatnya, suara hati ilahiah pada dimensi sepiritual (SQ) bekerja dengan normal.
 Mengaktifkan Radar Hati
Ketika suatu permasalahan muncul, maka secara otomatis radar emosi atau fungsi otak limbik, otak emosional atau amydala akan merespon, tetapi respon itu seringkali tidak terkendali. Respon bisa bersifat positif atau bisa juga bersifat negatif. Tujuan dari pengendalian diri adalah menjaga agar posisi emosi selalu dalam posisi nol, atau pada posisi stabil. Hukum yang berlaku disini adalah rumus “aksi min reaksi”. Artinya, apabila rangsangan luar memberi energi +3, maka radar hati akan memberi respon (tanggapan) sebesar -3. Begitu juga sebaliknya, apabila ada tekanan (tarikan) sebesar -3, maka radar hati akan menanggapi sebesar +3. Tujuan mekanisme ini, agar radar emosi selalu tetap berada pada posisi netral, sehingga IQ dan SQ bisa bekerja secara optimal. Nol adalah lambing sebuah keadaan yang seimbang atau sebagai unsure keseimbangan.
SQ bekerja normal ketika emosi pada amygdale berada dalam pada posisi netral atau nol, ketika emosi berada pada posisi stabil (netral) atau nol, maka God Spot akan bekerja dengan baik. Jadi, ketika rangsangan terjadi, kita harus bekerja untuk membantu radar emosi agar tetap stabil suhunya. Karena pada umumnya, apabila ada rangsangan luar yang sebenarnya hanya -1, seringkali energi yang kita berikan tidak +1, dan besaran angkanya berlebihan (missal +10). Akibatnya, kelebihan energi -9. Kelebihan energi inilah yang kemudian merembet pada amygdale, sehingga menimbulkan kemarahan. Kemudian jika amygdale di tambah -9 lagi sehingga menjadi -18, maka energi negatif sebesar -18 ini langsung mendominasi dan membelenggu God Spot. Maka “sang minus 18” inilah yang kemudian memonopoli untuk mengambil alih komando. Ia, “si energi negatif ini”, memerintah otak untuk bertindak dengan tindakan yang negatif. Inilah mekanisme setan dalam keprofesionalannya bekerja mengganggu dan merusak spiritual manusia, agar senantiasa bertindak negatif dan membuat kerusakan di muka bumi, dengan cara yang paling efektif yaitu dengan “membutakan hati”.
Untuk mengatasi rangsangan agar kita senantiasa pada posisi normal, maka kita perlu mengidentifikasi jenis-jenis rangsangan emosi kita sekaligus obat penawarnya. Inilah 6 tablet pereda emosi itu, antara lain :
  1. Marah, ucapkanlah Istigfhar, Astagfirullah.
  2. Kehilangan dan sedih, ucapkan Innalillahi wa inna ilaihi raa’jiuun.
  3. Bahagia, ucapkan Alkhamdilillah.
  4. Kagum, ucapkan subhanallah.
  5. Takut, ucapkan Allahu Akbar.

0 komentar:

Posting Komentar